Pengunjung

Selasa, 19 November 2024

D ku

 Bagaimana jika perasaan yang ku kubur itu sebenarnya masih hidup?

bagaimana jika rasa yang aku tinggalkan itu sebenarnya terus bersamaku?

Bagaimana bisa aku tak bisa meninggalkanmu terluka..

padahal, akulah yang tersakiti karena kepergianmu..

lantas...

harus ku sebut apakah rasa ini?

kebodohan atau apa?

mengapa hanya aku yang rasa

sedangkan kau melangkah pergi tanpa menengok sekalipun..

lucukan..

aku memandang punggungmu yang tertawa di depan sana..

akupula yang memandang tangismu ketika tidak ada seorangpun memahamimu..

Dekuuu

aku hanya berharap untuk tawamu di depan sana

bukan air mata yang kau sembunyika

bukan rasa lelah yang coba kau sembunyikan..

Dekuuu

di bawah langit yang sama 

semoga kau bahagia..

Senin, 04 Desember 2023

Tidak Apa

BAGIAN 1


Hujan sore itu turun begitu deras. Aroma tanah basah yang sudah lama tidak tercium merebak keseluruh penjuru. Tanaman dan bangunan-bangunan basah oleh derasnya air yang turun dari langit.

Sore itu, di sebuah perguruan tinggi swasta yang terletak di kota. Tempat di mana, semua kalangan berkumpul, menjalin relasi dan belajar. Hujan yang membasahi bumi sore itu membuat beberapa orang menghentikan rencana kepulangan mereka. Beberapa dari mereka bahkan menggerutu kesal karena hujan yang tak kunjung reda.

beberapa diantaranya menggerombol dengan kelompoknya masing-masing. ada juga yang termenung sendiri di tengah derasnya hujan. diantara gerombolan itu merupakan sekumpulan perempuan yang tengah menunggu hujan sembari berbincang. hingga, salah satu pandangan perempuan tersebut tertuju pada satu titik yang mana ada seseorang tengah duduk menatap hujan.

" gue ke sana ya." pamitnya tiba-tiba. 4 orang gadis yang lain menatapnya bingung, begitu gadis itu menunjuk salah satu titik dengan dagunya, barulah dia memahami maksud gadis itu.

" genit.." balas salah satu temannya. sedangkan gadis tersebut hanya tertawa sembari berlenggok dengan genitnya. 

gadis itu duduk di sebelah lelaki yang tengah menatap hujan tersebut dalam diam. 

" Capek ya, mas?" tanyanya. lelaki yang berada di sebelahnya nampak bergeming. dia menoleh dalam diam dengan pandangan kosong.

" Kalau capek, istirahat dulu. nanti lanjut lagi kalau capeknya udahan. tentunya dengan semangat baru yang lebih lebih dari sebelumnya." timpal gadis itu.

Hening

namun, tangan lelaki itu meraih tangan gadis tersebut dan menggenggamnya erat. gadis tersebut nampak kaget dengan reaksi tak biasa tersebut.

" Capek.." gumam lelaki itu. 

Tak butuh waktu lama untuk kepala itu menemukan sandarannya. gadis itu hanya balas mengenggam dan menepuk lengannya beberapa kali.

" mau peluk?" tawarnya

tanpa menunggu 2 kali. lelaki itu memeluk gadis itu erat.

" Mas, Rafsa.. its okay.." bisiknya.

Selasa, 20 Oktober 2020

When I'm With You Together

 Part 1


Gadis ini menatap sekelilingnya dengan santai dan tenang, ini hari ketiga sekolah masuk setelah libur 3 minggu yah lebih 3 hari untuk gadis ini karena masih malas untuk sekedar bersekolah. Gadis ini tersenyum tipis melihat wajah asing asing adek kelasnya yang kini sudah selesai mengikuti MOS.

“ WOO!! Lilaa!!” sapaan itu membuat gadis berkerudung itu menoleh dan tersenyum tipis pada 2 orang teman yang cukup dekat dengannya. Lila gadis bengal berkerudung itu nyengir saat mereka sudah dekat dan bertos ria.

“ yang liburan plus plus mah enakk..” cibir mereka. Lila tertawa geli mendengar gerutuan teman temannya itu.

“ gimana anak barunya? Banyak cogan baru nggak?” tanya Lila nyengir lebar.

“ EKHEM..” dehem seseorang lalu..

“ ehh..” Lila kaget saat sebuah tangan melingkar manis di pinggangnya dan memeluknya posesif. Lila mendongak dan menemukan seorang cowok tampan untuk ukuran anak SMA atau lebih disana tengah menatapnya dingin dan datar. Lila melengos malas dan melepaskan pelukan orang itu.

“ yah, yang pagi pagi udah diapelin juga ada!” sindir Vidya pada Lila. Lila terkekeh pelan kemudian merangkul Vidya dan Putri.

“ mending nyari cogan aja.. anggep aja barusan gue khilaf. Yuk!” ajak Lila tanpa dosa, tanpa peduli pada cowok yang tengah mendesis jengkel karena di abaikan.

“ nggak lucu tau yang!” desis cowok itu sambil menarik lengan Lila agar menghadapnya. Lila bersidekap dan menaikkan sebelah alisnya malas. Lila menyeringai kemudian mengecup pipi cowok itu.

“ sory.. becanda doang elahh..” gurau Lila. Dia mengamit lengan cowok tampan yang menyandang status sebagai Ketua osis Nusantara International High School.

“ nggak lucu beneran!!” ucapnya dingin. Lila mendnegus malas, kemudian mengedarkan pandangan kesekitarnya.

“ 3 hari bolos ngapain?” tanya cowok itu setengah menyindir, padahal dia tau apa yang di lakukan oleh gadisnya ini.

“ robbii.. sejak kapan lo kepo gini sih?” gerutu gadis ini malas. Dia bersidekap dan menatap jengah Robbi. Hanya gadis ini yang tak takut dengan ketua osis sekaligus pentolan SMA itu. Iyalah, orang mereka pacaran dan mereka menghargai satu sama lain.

“ kita kelas mana guys?” tanya Lila.

“ IPS 1..” jawab Vidya kalem sambil cengengsan. Lila nyengir dan bertos Ria pada mereka.

“ gue kekelas ya.. bye hunn..” pamit Lila dan berlalu dari hadapan Robbi yang mendesis jengkel melihat gadisnya yang teramat sangat cuek itu. Coba kalau nggak sayang, udah dari kapan tau dia tendang tuh bocah.

The best couple SMA itu selalu membuat iri siapapun. Paras yang cantik dan tampan saling melengkapi meskipun yang satu dingin, datar dan pendiam. Yang cewek bawel, acuh dan blak blakkan.. tapi jangan salah, mereka hobi tawuran dan berantem. Itu sebabnya mereka sering di sebut pasangan pentolan Sekolah. WOW kan?. Yah begitulah.

***

Lila dkk berjalan santai menuju kantin menjelang istirahat ini, namun langkah mereka terhenti saat Putri mendadak minta ke kamar mandi akrena kebelet pipis. Mereka berdecak dan mengantar kedepan Kamar mandi.

“ wahh..” Putri takjub saat membuka pintu kamar mandi Putri. Lila mengernyit ikut melongok masuk kedalam dan berdecak sambil bersidekap.

“ masih jaman Bullying eh?” tanya Lila datar. seorang anak baru sepertinya tengah di bully dengan teman sesamanya. Benar benar.

“ udah SMA masih aja di bawa kebiasaan SMP.. ckck!” ucap Lila malas.

“ LO SIAPA?” teriak seorang gadis yang berpakaian agak mini dan ketat yang sepertinya ketua dari geng Bullying itu. Lila menaikkan sebelah alisnya dan mengangkat dagunya acuh.

“ Jangan ikut campur!” ucap gadis itu. Lila menggeleng pelan dan terkekeh pelan.

“ gue Lila.. salam kenal.” Ucap Lila. Dia mendekat dengan tatapan dingin yang siap memangsa siapa saja. Dia berjongkok pada gadis yang nampak ketakutan itu. Lila mengangkat dagunya, pipinya merah dan matanya basah oleh air mata. Seseorang mencengkeram bahunya membuat Lila mendesis jengkel dan menoleh tajam.

“ jangan sentuh gue.. adek kelas kan? Lepas atau elo menyesal!” ucap Lila tegas. Matanya mengintimidasi siapapun yang menatapnya.

“ Ada apa nih?” pertanyaan bernada dingin didepan pintu membuat Lila serta 3 gadis pembully menoleh. Robbi bersama 2 orang temannya muncul di ambang pintu.

“ Kak, kakak.. mereka ngebully temen aku..” ucap gadis tadi sok manis. Lila hampir muntah bersama teman temannya mendengar nada gadis itu.

“ kenapa?” tanya Robbi pada Lila. Lila berdecak dan menggeser tubuhnya agar Robbi dkk bisa melihat gadis yang meringkuk ketakutan di belakang Lila.

“ mulut lo perlu di cuci emang!” desis Lila malas pada gadis itu. Dia mendekati Gadis itu dan membantunya bangun. Vidya sigap membantu dan Putri malah masuk ke bilik kamar mandi.

Mereka sampai di UKS bersepuluh, Lila menyuruh gadis itu duduk dan Lila segera mengambil obat obatan serta air bersih.

“ tahan ya..” ucap Lila. Dia mengusap dan membersihkan wajah gadis itu. Memberinya salep agar segera sembuh. Lila mengusap pipi gadis itu pelan membuat si empunya meringis.

“ finish..” ucap Lila kalem. Dia menoleh pada teman temannya dan juga ketiga gadis yang menunduk itu.

“ yang, beliin makan kek.. tega bener!” ucap Lila membuka suara. Robbi mendengus pelan, cuman Lila nih yang suka merintah kurangajar sama Robbi.

  mau apa?” tanyanya. Lila nyengir lebar dan melompat ke pelukan Robbi.

“ yang, lo tu pake kerudung loh.. ya Allah..” gemas Robbi lirih. Lila terkekeh pelan diikuti teman temannya. Kelakuan mereka emang absurd banget.

“ biar gue aja sini yang beli.. lo urus nih tiga cewek ini..” ucap Alex. Dia menarik tangan Putri keluar membuat lila berdecak.

“ modus banget!” gerutu Lila. dia turun dan bersidekap menatap tiga gadis itu.

“ gue nggak ngerti masalah kalian apa sama gadis itu, so tell me!” ucap Lila tegas. Tiga gadis itu hendak membantah namun bungkam saat Lila menatapnya tajam. Robbi, Vidya, dan Marco hanya diam menggeleng menatap Lila yang kalem tapi siap nerkam.

“ mb-mbak.. yang salah aku..” ucap seseorang. Vidya dan Lila sontak menatap gadis yang di tolong tadi. Dia menunduk takut takut dan meremas 10 jarinya gugup. Lila menaikkan sebelah alisnya menunggu.

“ ta-tadi aku yang nggak ati ati sampai numpahin jus ke bajunya Rena..” ucap gadis itu. Lila berdecak pelan dan menatap tajam gadis yang menunduk itu.

“ sesepele itu? Astagaa.. ini udah SMA..” ucap Lila malas.

“ lo bertiga boleh balik kekelas, sekali lagi gue denger atau liat kalian bikin ulah.. lo berurusan langsung sama gue..” ucapnya tegas. Tiga gadis ini mendongak menantang.

“ lo siapa sih? Berani banget!” ucap Rena angkuh dan takut. Lila terkekeh dan berbalik, dia duduk di pangkuan Robbi membuat Robbi menyandarkan kepalanya di bahu Lila dan merengkuh pinggang Lila.

“ gue Lila.. lo bisa cari tau siapa gue dari kakak kelas lo kalau mau tau.. balik sono ah!!” usir Lila tajam. Mereka hendak protes namun Robbi lebih dulu menatap mereka tajam. Mereka keluar dengan misuh misuh dan membanting pintu UKS membuat gadis tadi terlonjak kaget sedangkan 4 orang itu hanya berdecak malas. Lila menoleh pada gadis yang hendak turun dari ranjang UKS.

“ mau kemana?” tanya Vidya mewakili Lila. gadis itu menunduk menatap lantai.

“ ba-balik kekelas mbak.” Ucapnya gugup. Lila berdecak pelan.

“ tiduran dulu aja.. lo masih syock gitu!” suruh Lila tegas. Gadis itu mendongak namun sesaat menunduk akrena tatapan Lila mengintimidasinya. Gadis itu naik ke kasur UKS dan berbaring. Lila dan Vidya terkekeh pelan, lila menatap Robbi yang terpejam di bahunya. Tangannya terulur mengusap rambut Robbi sayang.

Tak lama Putri dan Alex muncul membawa nampan dan kresek yang mungkin isinya Roti.

“ eh lo.. minum tehnya dulu.. sama makan!” suruh Putri sambil mendekat. Gadis tadi mengangguk patuh takut takut. Lila tersenyum dan menyandarkan pipinya di kepala Robbi.

“ yang, capek ya?” tanya Lila berbisik. Robbi berdehem dan mengeratkan pelukannya pada Lila.

“ balik enak nih yang..” balas Robbi parau. Lila mencibir. Apa apaan nih ketua osis satu ini.

“ nama lo siapa?” tanya Alex. Gadis tadi tersedak pelan di tanya begitu.

“ pelan pelan aja.. nggak ada yang minta!” ucap Vidya geli. wajah gadis itu memerah. Mereka terkekeh pelan.

“ Le-Lena mbak..” ucapnya lirih. Lila kembali fokus pada Robbi. Mengusap rambutnya sayang.

“ nanti malem, temenin tidur!” ucap Robbi pelan. Lila mengangguk kalem. Robbi mendongak dan mengecup pipi Lila. robbi tersenyum lembut yang di balas senyum lembut dari Lila. mereka saling menempelkan dahinya sampai Lila di tarik mundur.

“ udahan.. gue envy!” gerutu Marco bete. Lila mendengus bersama Robbi.

“ lo ganggu!!” desis Robbi jengkel. Dia menarik lagi tubuh Lila mendekat.

“ ngajarin adek kelas jelek woyy!” gerutu Putri. Lila dan Robbi terkekeh pelan. Lila duduk disebelah Robbi namun pinggangnya masih di rengkuh Robbi mesra.

BRAK

“ Bunda gueee!!” ucap seseorang di ambang pintu UKS. Semua serentak menoleh kaget bahkan Lena tersedak pelan. Robbi mendengus pelan melihat siapa yang ada di depan UKS dan sekararang duduk di antara dia dan Lila. memeluk lila erat membuat Lila mendengus pelan.

“ Dev, jarak lo sama Lila cuman setahun!” ucap Putri malas. devan, cowok itu mendengus acuh dan tetap memeluk Lila yang akhirnya membalas pelukannya. Robbi mendesis gemas dengan tingkah bocah 1 ini, dia mengacak rambut Devan gemas.

  Devan, kangen!!” rajuknya. Lila memutar kedua bola matanya jengah. Mengecup kening Devan yang tengah merajuk itu.

“ baru 2 hari nggak ketemu Dev.. ya Allah... alay!” gerutu Robbi gemas. Iya 2 hari lalu saat Robbi kerumah Lila, anak ini merengek ikut. Gangguin banget emang. Apalagi kalau ada Devan, nggak jadi pacaran akhirnya malah yang ada dua orang ini nuruti mau Devan.

“ kangen yahh.. kangen!!” gerutu Devan balik. Robbi dkk mencibir pelan melihat kelakuan bocah kelas 11 SMA itu. Mau tak mau Robbi mengalah kalau Devan udah ngerengek gitu. Dia hanya mengusap rambut Devan sayang, iya mau kayak apa Robbi sayang kok sama Devan.

“ dev, ada cewek.. malu kalii!” ucap Alex mencibir. Devan mendongak dan mengernyit pada Lena yang menatapnya kikuk. Tatapan Devan datar dan dingin.

“ cih sok cool..” ucap Marco malas. devan melepaskan pelukannya pada Lila dan menatap acuh. Lila dan Robbi saling pandang kemudian cengengesan.

“ keluar yuk yang..” ajak Robbi menyeringai. Devan hendak protes namun di telannya bulat bulat, itu membuat senyum tertahan di wajah ke empat teman Robbi dan Lila.

“ BUNDA KEJAMM!!” teriak Devan akhirnya mengundang tawa dari teman temannya. Bahkan Lena tersenyum geli melihat kelakuan kakak kelasnya itu. Robbi dan Lila tertawa pelan saat Devan menubruk Robbi dan menenggelamkan wajahnya di dada Robbi. Robbi mengusap bahu Devan  pelan.

“ ceritanya jaim.. tapi kelepasan nggak bisa pisah sama Bunda Ayahnya!” seringai Alex geli. Lila dan Robbi tersenyum menunduk pada Devan yang menyembunyikan wajahnya pada Robbi.

“ masuk kelas gih sayang.. udah masuk..” tegur Lila. Devan mendongak dan hendak protes namun tatapan Robbi dan Lila tegas tak mengijinkan Devan membolos. Dengan menggerutu dia melepaskan pelukannya dan mengecup pipi Robbi dan Lila bergantian kemudian keluar UKS. Lena menganga melihat adegan barusan, bukan masalah kalau Devan mengecup pipi Lila, tapi ini Robbi juga dan semuanya tampak biasa saja. Tak sadar lila sudah ada didepan Lena, Lena hampir terlonjak karena barusan melamun. Lila menggeleng pelan melihatnya. Mengusap rambut Lena pelan. Lena terdiam, entah kenapa sejak tadi dia merasakan sentuhan Lila seperti sentuhan Mama yang tak pernah dia miliki. Hatinya menghangat, dia mengigit bibirnya menahan perasaannya.

“ lo mau disini atau balik kekelas?” tanya Lila. Lena menunduk, kalau dia kekelas, yang ada malah ngelamun nantinya.

“ disini mbak..” jawabnya lirih. Lila tersenyum tipis dan mengangguk.

“ kalau gitu kita mau balik kekelas.. nggak papakan kalau di tinggal?” tanya Lila. Lena mendongak menatap mereka semua yang sudah berdiri di ambang pintu UKS kecuali Robbi yang berdiri di belakang Lila. Lena menatap Lila, dia ingin di temani tapi kan dia nggak kenal baik sama Lila. Lena mengangguk pelan. Lila tersenyum kemudian mengusap pipi Lena.

“ yaudah.. cepet sembuh ya.. bye Lena..” pamit lila. Dia dan Robbi berbalik namun baru beberapa langkah, entah kenapa tangan Lena bergerak menahan tangan Lila. Lila mengernyit dan menoleh bersama Robbi.

“ kenapa Len?” tanya lila heran. Lena tergagap dan melepaskan tangannya pada Lila. Menggeleng pelan. Lila tersenyum dan melanjutkan langkahnya, bukan dia nggak peka.. tapi jangan deh.. nanti Devan ngamuk kalau tau Lila berbagi sayang sama oranglain.

***

Lila menyandarkan kepalanya di dada bidang Robbi, tangannya memainkan tangan Robbi dan kepala Robbi menyandar di kepala Lila.

“ yang, udah lama deh nggak begini?” gumam Lila. Robbi mengangguk setuju dan tersenyum menerawang.

“ gue kangen.. biasanya ada aja yang gangguin..” bisik Robbi. Lila tertawa pelan dan mengangguk.

BRAK

“ Bunda.. ayahh!!” rengek seseorang. Lila dan Robbi menoleh malas, baru aja di omongin eh dateng. Devan merangkak naik ke tempat tidur dan Lila memberi ruang agar Devan bisa di tengah tengah mereka.

“ Devan di anak tirikan! Kejam..” gerutunya. Lila dan Robbi mencubit pipinya gemas membuat Devan meronta kesakitan.

“ bunda punya anak kayak kamu aja masih mikir mikir dev..” gurau Lila membuat Devan cemberut mendengar ucapan Lila.

“ tuhkan bunda sama Ayah nggak sayang Dev lagi..” tuduhnya. Lila mengecup pelipisnya sayang.

“ dasar cengeng..” cibir Robbi. Dia menjadikan lengannya bantalan untuk Devan.

“ ayah  tu pengen berduaan sama Bunda malah di gangguin..” gumam Robbi. Devan merengut merasa di tolak. Dia memainkan jarinya kalau lagi sedih gitu, tapi cuman didepan Lila dan Robbi aja. Robbi mendekatkan kepala Dev kedadanya.

“ gitu aja ngambek..” gumam Robbi. Lila mengusap pipi Dev sayang kemudian mengecup kening Devan.

“ katanya Devan ganggu!” rajuknya sambil duduk. Lila dan Robbi terkekeh pelan mendengarnya. Robbi menarik Devan agar kembali tiduran.

“ becandaa.. sini bobo..” ucap Robbi sambil mengusap rambut Dev sayang. Lila mengelus pipi Devan sayang.

“ kamu ke sini semalem ini udah makan?” tanya Lila lembut. Dev mengangguk kemudian menggeleng membuat Lila mendesis.

“ yang bener sayang..”

“ belum.. tapi tadi sore udah.” Ucapnya. Lalu Dev menoleh pada Lila.

“ tapi Dev laper Bunda..” ucapnya polos membuat lila gemas sekali. Dia mengecup pipi Dev kemudian duduk, mengucir rambutnya dan turun.

“ yauda Dev mau makan apa?” tawar Lila. Dev berbinar senang.

“ mau nasi goreng bunda..” ucapnya. Lila terkekeh bersama Robbi dan mengangguk.

“ yaudah Bunda buatin..” ucap Lila kemudian dia berdiri dan keluar kamarnya menyisakan Dev dan Robbi yang tiduran.

“ yah..” panggil Dev. Robbi berdehem menunduk pada Devan.

“ tadi yang di UKS siapa sih?” tanyanya. Robbi mengulum senyum tertahan.

“ namanya Lena.. dia abis di bully tadi..” jawab Robbi.

“ kenapa? Naksir?” tanya Robbi. Devan mencibir kemudian menyembunyikan kepalanya di dada Robbi. Matanya sayu dan benar saja, saat Lila muncul Dev sudah terlelap ke alam mimpi.

“ tidur kan?” tanya Lila kalem sambil membawa segelas jus. Robbi mengangguk  dan menunduk pada Devan. Lila naik ketempat tidur, dia tau lila tidak jadi membuat nasi goreng, karena dia tau muka Dev sudah sayu sejak datang tadi dan benar dia sekarang sudah terlelap dengan nyamannya di pelukan Robbi.

***

Lila menghela nafas jengah pada Dev yang memintanya bolos dan disuruh menemaninya di taman belakang sekolah, Devan sudah terlelap sejak setengah jam lalu di pangkuannya. Nampaknya Devan kelelahan setelah seminggu full dia latihan Basket karena sebentar lagi ada turnamen antar sekolah. Robbi yang mantan kapten basket menggembor adek kelasnya dan Dev dkklah yang akhirnya kena imbasnya. Dev bahkan sudah merengek meminta di kurangi jadwal latihan mereka namun jawaban Robbi hanya, Profesional Dev. Gitu doang! Dev juga sempet ngambek sama Robbi setelah itu, tapi akhirnya nggak jadi karena Robbi ngancem bakal jauhin lila dari Dev kalau Dev ngambek. Emang dasar ya mereka itu!

Lila menoleh saat mendengar langkah kaki mendekat, Robbi tersenyum melihat lila dan menyodorkan sebotol minuman dingin pada Lila yang segera di terimanya dengan senang hati. Robbi duduk disebelah Lila menatap Dev yang kelelahan.

“ kecapekan ya?” tanya Robbi. Lila mengangguk.

“ iya.. tapi hebat loh dia.. ngeluh Cuma sama kita, kalau sama temennya profesional..” ucap Lila. Robbi terkekeh pelan, mengusap rambut Dev pelan dan sayang. Dev menggumam entah apa dalam tidurnya sebelum kembali terlelap dalam tidurnya.

“ sayang..” gumam Lila sambil menatap Dev yang nampak nyaman di pangkuannya, begitupula Robbi.

“ lo manggil gue apa Dev nih yang?” tanya Robbi lucu. Lila mendongak dan terkekeh pelan.

“ elolahh.. gue manggil Dev jarang loh pake sayang.. biasanya kalau nggak nama ya hunn..” ucap Lila geli. Robbi terkekeh pelan dan mengusap rambut Dev sayang.

“ kenapa yang?” tanyanya sambil memperhatikan Dev yang nyaman begini. Lila mendongak dan menerawang. Lila menggeleng dan terkekeh pelan. Mengusap pipi Robbi yang juga sebenarnya sama lelahnya, tapi nggak mungkin dong Robbi ngadu sama Dev atau anak lain kalau dia juga sama lelahnya.

“ pasti capek banget ya?” ucap Lila geli. Robbi mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu Lila. Lila mengusap pelan rambut Robbi memberi sedikit kenyamanan.

“ pengen cepet cepet lulus deh..” gumam Lila menerawang. Robbi menoleh dan terenyum pada Lila yang terkekeh pelan.

“ lo ada rencana kuliah dimana?” tanya Lila. Robbi tersenyum dan mengecup pipi Lila lembut.

“ gue ikut elo.. elo mau dimana? Tapi gue agak ragu kalau gue kuliah, kerjaan perusahaan numpuk udah melambai minta di selesaiin..” gerutunya. Lila terkekeh pelan dan mengangguk setuju.

“ elo enak ada Bang Leon.. lha gue.. nikah aja yuk yang habis ini..” ajaknya cengengesan. Lila tertawa dan mengangguk pelan.

“ boleh.. kapan?” tanya Lila geli. robbi menyeringai dan terkekeh kemudian mengecup pelipis Lila.

“ bulan depan?” tawarnya. Lila tertawa dan memukul lengan Robbi gemas.

“ terserah elo.. elo yang jadi imam gue kan.. jadi gue kalem.. daripada kelamaan tunangan malah jadinya Zina ntar kalau seringan tidur bareng..” gurau Lila menerawang lembut. Robbi terkekeh dan mengangguk setuju.

“ yaudah minggu depan aja deh.. nggak papakan? Udah 17 tahun lebih ini..” guraunya. Lila tertawa dan mengangguk. Menatap Robbi yang juga menatapnya lembut. Dia bersyukur mereka tak perlu repot repot dalam emncari kemana hatinya berlabuh, karena nyatanya sampai sekarang dan berharap untuk selamanya kalau hati mereka hanya satu dan hanya untuk satu orang yang ada didepan mereka.

“ i love you for now, tomorrow and forever..” bisik keduanya lembut. Senyum mereka terukir tulus. Tak ada yang lebih indah di bandigkan cinta yang bertujuan untuk mencari RidhoNya.. semoga memang ini yang terbaik untuk mereka.

Ya Allah, jaga hati kamu agar tetap begini.. semoga kami selalu bahagia dan bersama.. selamanya.. amin

Do’a keduanya di amini oleh malaikat serta makhluk disana. Semoga memang begini jalan yang harus mereka tempuh untuk mencapai ridhoNya.

***

Setelah membicarakan keinginan keduanya pada dua keluarga besar yang sudah bersahabat sejak  dulu, sepasang manusia ini kini duduk di taman anggrek Mansion mewah keluarga Nasution. Lila menyandarkan kepalanya di dada Robbi dan memainkan jemari cowok itu dengan gemas. Tapi emang mungkin belum waktunya mesra mesraan kali ya, buktinya ada aja penganggunya.

“ Bunda.. ayahh..” suara agak cempreng dengan nada merajuk itu membuat keduanya memutar kedua bola matanya tanpa menoleh. Tau pasti siapa yang memanggil mereka begitu, hanya ada satu bocah yang manjanya nggak ketulungan.

Brug

Lila dan Robbi serempak menoleh dan menggeleng pelan saat melihat Devan tengah tersungkur dengan tidak manisnya. Keduanya bangkit dan berjongkok didepan Devan yang meringis kesakitan, sepertinya kena beton di paving taman itu. Lila menatap Devan yang matanya memerah dan berkaca karena terpantul sinar lampu dan bulan yang cerah sekali malam ini. Darah mengucur dari lutut Devan, padahal dia memakai jeans celana panjang dan sialnya sobek. Lila dan Robbi mengernyit, kok tumben sih bisa parah gini jatuhnya apalagi sampai sobek segala lagi celananya. Robbi membantu Devan untuk duduk di kursi taman, sedangkan Lila sedang berbicara pada pegawai yang lewat untuk mengambilkannya kotak p3k dan air bersih secepatnya. Setelahnya Lila menoleh pada Devan dan Robbi yang tengah memarahi Devan karena selalu ceroboh.

“ dev kan nggak sengaja yah..” belanya. Robbi mendesis gemas pada bocah 1 itu dan mengacak rambutnya gemas. Dev cemberut tak terima karena dia dimarahi begitu saja.

“ yaudah , iya.. lain kali hati hati..” gemas Robbi.

“ lepas jeans kamu..” ucap Robbi tegas. Devan mengangguk namun saat sampai pada lututnya dia meringis.

“ sakitt..” rajuknya. Lila terkekeh pelan saat Robbi dengan gemas membantu Dev untuk melepaskan celana panjangnya.

“ manja!” gumam Robbi pelan namun masih didengar oleh Devan. Devan cemberut dan merengek pada Lila yang terkekeh pelan. Dia menghampiri Devan dan duduk disebelahnya. Tak lama pegawai datang membawa apa yang disuruh Lila tadi di susul dengan kemunculan mama Nila dan Mama Gina. Mama Robbi dan Lila yang nampak panik. Lila dan Robbi kompak memutar kedua bola matanya melihat itu semua. Devan itu udah punya akses bebas di Mansion keduanya, bahkan orangtua mereka benar benar meganggap Devan itu cucu mereka. Sompret kan!!

“ duh, cucu oma kenapa?” tanya wanita yang baru berumur 38 tahun itu. Devan sontak makin merengek.

“ sakit oma.. tapi dev malah dimarahin sama ayah..” rajuknyya. Lila dan Robbi mendesis sebal kalau kayak gini. Repot kalau punya anak kayak Dev. Ya Allah..

“ dia aja yang ceroboh ma..” balas Robbi mencibir. Lila sudah ada di depan lutut Dev yang terluka dan bersiap untuk mengobatinya, dev meringis saat air bersih sert alkohol itu mengenai lututnya.

“ dev nggak bohong.. ini perih Bunda..” ucapnya sambil menahan tangan Lila. Lila dan Robbi terkekeh pelan mendengarnya.

“ hush, anaknya lagi kesakitan malah orangtuanya seneng..” tegur Mama Nila. Lila dan Robbi sontak nyengir lebar mendengarnya. Setelah selesai, Lila mengecup lutut Devan yang sudah di perban kemudian berdiri dan mengecup kening Devan sayang.

“ manja.. gitu doang nangis..” gurau Lila. Devan cemberut mendengar ucapan lila kemudian dia menoleh pada Mama Robbi dan lila yang ternyata menahan senyum.

“ oma.. mereka kejam.. kan sakit..” ucapnya mengadu. Mama Nila dan Gina terkekeh pelan dan mengusap rambut Devan sayang.

“ kalian tuh, nggak boleh sama anak sendiri kayak gitu.. kalau gitu Oma tinggal ya sayang kedalem..” pamit mereka setelah emnegur Lila dan Robbi. Mengecup kening Devan sayang dan berlalu dari sana.

“ gue mikir mikir nih yang punya anak kayak Dev gini..” bisik Robbi namun masih dapat didengar Dev. Dev melotot dan memasang wajah sedihnya.

“ becanda..” ucap Robbi tersenyum lembut. Dia mengacak rambut Devan dan duduk disebelahnya. Dev tersenyum dan menyandarkan kepalanya di dada Robbi kemudian mendongak pada Robbi. Robbi tersenyum pada Devan, setidaknya Dev tidak menunjukkan sikap seperti ini pada orang lain.

" ayah sama bunda sayang kok sama Dev.. bangett jangan pernah raguin itu.." ucap Robbi. Dev mengangguk dan memainkan jemari Robbi. Lila mengecup keningnya lembut. Sesaat pandangan Dev seperti menginginkan sesuatu membuat Keduanya mengernyit heran.

“ kenapa hmm?” tanya Robbi pada Devan. Devan menatap lila.

“ Dev pengen punya adik..” ucapnya polos membuat Robbi dan Lila terbatuk pelan mendengarnya. Dev cemberut.

“ kenapa? Ayah sama bundakan bentar lagi nikah..” belanya. Lila dan Robbi menghela nafas, susah emang ngadepin ABG tapi tingkahnya kayak anak umur  5 tahun.

“ dengerin Dev, bunda sama ayah aja suka repot ngurusin kamu.. apalagi ada adek..” ucap Lila jujur. Dev merengut dan bibirnya tertekuk kebawah.

“ jadi Dev ngrepotin gitu?” protesnya. Lila dan Robbi sontak menghela nafas pelan melihat Devan yang sensi banget hari ini.

“ bukan gitu sayangnya bunda yang pinterrr... bunda seneng .. ayah juga.. tapi bunda sama ayahkan baru kerlas 3.. kan makin repot kalau mikir sekolah, masih mikir anak, belum juga kamu..” ucap Lila menjelaskan dengan gemas. Devan mangut mangut.

“ kamu siap berbagi sayang sama orang lain emangnya?” tambahnya. Devan berfikir dan dengan muka polos dia menggeleng membuat Lila benar benar gemas di buatnya. Dia mengecup pipi Devan sayang.

“ nah itu..” ucap Robbi sama gemasnya dengan tingkah Devan.

“ mending sekarang kamu syukuri aja yang kamu punya.. besok kalau punya adek.. jarang loh bisa kayak gini.” Ucap Robbi. Dev mengangguk dan memeluk Robbi, menyembunyikan wajahnya di dada Robbi. Tangan Robbi sebelahnya menahan tubuh Devan dan sebelahnya mengusap rambut Devan dengan sayang. Lila mengusap bahu Devan sayang dan tersenyum pada Robbi. Meski mereka menikah muda, bukan berarti akan langsung punya anak. Hanya saja, mereka nggak mau jadi nambah dosa dan Zina aja.

***

Lena menunduk saat mendapat tatapan mengintimidasi dari semua orang yang dia lewati. Pasti gara gara kejadian di kantin kemarin, saat Devan memilih duduk semeja dengannya. Sial! Gumamnya. Devan yang baru saja dari lapangan Indoor mengernyit melihat Lena meremas unjung tali tasnya erat dan berjalan menunduk. Iseng dia hendak mendekat namun sebuah jeweran membuatnya menoleh dan hendak menyemprot siapa yang berani mengusiknya bahkan menjewernya. Namun selanjutnya dia hanya cengengsan saja saat tau siapa yang menjewernya.

“ mau kemana hmm?” tanya Robbi dingin. Devan cemberut dan menunjuk ke arah Lena yang berada diseberang lapangan. Robbi mengernyit dan menggeleng pelan.

“ ayah nyuruh kamu kemana?” tanya robbi tegas. Devan cemberut dan bersidekap.

“ ambil bola basket di gudang..” jawabnya. Robbi menghela nafas pelan saat matanya menatap lena yang seperti masuk kandang singa itu.

“ yaudah 10 menit.. tapi jangan lupa ambil bola basketnya..” pesan Robbi. Devan mendongak dan nyengir kemudian mengangguk dan berlalu dari hadapan Robbi secepat kilat. Robbi menggeleng pelan melihat tingkah Devan yang tak biasa itu, namun sesaat senyumnya mengembang begitu saja. Dia kembali masuk ke lapangan Indoor.

“ lhoh, bolanya mana bii?” tanya Alex. Robbi mengedikkan bahunya acuh.

“ si Dev mau ngapelin Lena dulu..” ucapnya lirih agar tak terdengar oleh yang lainnya. Aex dan Marco membulat sebelum akhirnya tertawa mendengar ucapan dari Robbi.

“ gue kira Dev nggak suka sama cewek!” cengir Marco. Robbi memukul lengan Marco dan mendesis jengkel.

“ sembarangan!” ucap Robbi. Kedua temannya tertawa pelan melihat tingkah senewen Robbi jika tentang Devan. Mereka sama sama tau, Robbi dan lila benar benar menyayangi Dev seperti anaknya sendiri. Memanjakan dan membela devan selayaknya anaknya.

***

Devan mengikuti langkah Lena pelan dari belakang dan menatap tajam pada siapa saja yang membuat gadis ini terintimidasi. Lena menengok saat dia merasakan ada yang aneh, namun belum sempurna dia menengok, tangan Devan sudah melingkar manis di bahunya.

“ yuk gue anter kekelas..” Lena bungkam karena wajahnya memerah dan jantungnya berdetak kencang. Dia sampai lupa kalau dia tadi sedang takut dengan tatapan para siswa disini. 

“ lama.. keburu bel!” ucap Devan sambil menarik Lena agar melangkah. Keduanya melangkah dalam hening. Tak sadar bahwa 3 pasang mata terkekeh geli melihat mereka.

“ anak lo normal la.. suka sama cewek!” ucap Vidya. Lila meliriknya sebal.

“ normal lah.. kurangasem!” gerutu Lila. Dia menatap Devan dan Lena, bibirnya masih terus menyunggingkan senyum.

***

2 tahun kemudian..

Saat ini, Lila dan Robbi sudah ada di bangku kuliah semester 3 dan hari ini ada acara OSPEK di kampusnya. Vidya dan putri juga bersekolah di tempat yang sama, ah soal Devan? Dia sekolah jauh di luar negri. Meski sempat ngambek habis habisan dengan lila dan Robbi tapi dia akhirnya mau berangkat dengan beberpaa iming iming tentunya.

BUG

Lila dkk saling pandang dan menghela nafas, entah kenapa mereka selalu menemukan korban bully atau berantem saat ada yang baru. Nggak murid baru, nggak mahasiswa baru. Lila menghampiri asal suara dan mendesah dramatis dengan apa yang ada didepan mereka. Benar benar manusia!

“ wahh! Hebat! Jagoan!!” ucap lila. Seorang yang memukul seseorang lagi yang sepertinya mahasiswa baru menoleh dan menghentikan aksinya.

“ gue bingung, kenapa gue selalu liat korban Bully di tempat baru.. ahh!” ucapnya malas. Dia mendekat dan melepaskan cengkramannya pada sosok yang pasrah saja di hajar begitu. Lila mendongak menatap 2 orang cowok yang nampak marah itu.

“ bubar sana!” usir Lila datar. Dia menatap jengah pada dua cowok itu.

“ atau mau urusan sama Rektor?” tawar Lila datar. Mereka mendengus dan berbalik pergi dari sana. Samar samar terdengar gumaman

" kenapa mesti ketemu mereka sih!" gerutunya membuat Lila menahan senyum geli. Setelahnya Lila berbalik menatap cowok yang nafasnya 11 13 itu. Lila berjongkok didepan cowok itu dan menggeleng pelan.

“ masih brondong banget..” komentarnya. Dia menatap kedua temannya yang menahan tubuh cowok itu dan sekarang mendelik pada Lila yang cengengesan.

Lila akhirnya mengobati dan membersihkan luka cowok ituu dengan telaten dan tanpa banyak bicara. Cowok itu sesekali meringis, setelah bersih lila menatap cowok itu dan mengernyit. Tak asing sekali wajahnya, jadi Lila mencoba mengingat siapa cowok ini.

“ ah lo yang suka ikut tawuran itukan?” tanya Lila berfikir. Cowok itu membulat dan mendengus pelan.

“ pantesan, umur lo baru 16 tahun sih..” gumamnya lagi. Lila membereskan kotak obatnya dan memasukkannya kedalam tas. Dia menatap kedua temannya.

“ lain kali hati hati sama dua orang tadi.. mereka nggak bisa dianggap remeh.. dan elo jangan nyari masalah.. nggak sembarang orang bisa mereka bebasin gitu aja..” ucap Lila pelan namun tegas dan penuh peringatan. Kemudian Lila berdiri, membenarkan seragamnya dan menepuk puncak kepala cowok itu beberapa kali membuat mata cowok itu membulat dan berlalu dari sana bersama kedua temannya. Tanpa peduli dampak apa yang baru saja dia timbulkan.

Mama.. batin cowok itu miris.

***

Lila dkk termasuk Robbi sedang ngobrol di kantin kampus mereka, bukan mereka tak sadar kalau ada sepasang mata sedari tadi memperhatikan mereka dengan tatapan entahlah. Namun dasanya mereka cuek, ya biarlah.

“ jadi seriusan Dev ngambek nggak mau makan?” tanya Alex geli. teringat anak manja yang kini sudah ada di Aussey untuk kuliahnya. Lila mengangguk pelan dan terkekeh saat teringat gimana Dev massih sering ngambek dan merengek pulang saat VC.

“ iya.. manjanya keterlaluan emang..” gumam Lila. Dia menoleh pada Robbi yang menatap satu arah, lila mengikuti arah pandangan Robbi dan mengernyit mengingat wajah itu. Dia membulat saat teringat siapa cowok yang tengah bersitatap dengan Robbi itu. Sudah hampir sebulan kejadian itu.

“ yang..” panggil Lila. Robbi menoleh pada Lila dengan dahi berkerut.

“ lo kenal yang? Daritadi liatin sini terus tuh bocah..” ucapnya. Lila tersenyum menatap bocah itu.

“ nggak asing deh..” gumam Robbi.

“ iyalah.. dia tuh kalau nggak salah namanya Varo.. anak SMA Putra Bangsa, yang masih muda banget tapi udah kuliah. Umurnya 16 tahun.. pentolan SMA Putra Bangsa dulunya..” Lila menerangkan. Robbi mengernyit lalu mengangguk paham.

“ oh dia.. tapi kenapa dia terus ngeliatin sini sih? Gara gara kamu tolongin waktu itu?” tanya Robbi heran. Lila menggedikkan bahunya acuh dan menatap Bara yang tak juga mengalihkan pandangannya.

“ gue juga nggak tau.. mungkin kali yang..” jawab Lila acuh. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Robbi.

“ membekas kali la.. lokan waktu itu ngusap kepala dia.. dianya aja kaget banget waktu itu..” ucap Vidya. Lila mengernyit lalu terkekeh pelan.

“ ceritanya baper gitu?” tanya Lila kalem. Vidya dan Putri mengangguk kalem sambil cengengsan.

BRAK

“ Mata lo di taruh dimana nyet? Baju gue kotor!” ucap seseorang marah. Lila dkk langsung menoleh, Varo tengah marah marah dengan seorang cowok yang kini menunduk takut takut. Tak ada niatan untuk melearai atau apapun, mereka diam dan menonton, sama seperti para pengunjung kantin yang lain. Tangan Varo mencengkeram kerah kemeja cowok cupu itu. Lila menghela nafas pelan dan menoleh pada Robbi yang juga menatapnya.

“ yaudah gih yang.. gue males!” ucap Robbi malas. Lila mencibir kemudian dia berdiri dan mendekat. Hampir saja satu bogem mentah mendarat manis pada cowok cupu tadi kalau Lila tidak menahan lengan Varo. Varo menoleh kaget lalu saat tau siapa yang menahannya dia menatap Lila dengan pandangan yang eng.. terluka dan rindu? Lila mengerjab sesaat dan dia memang engga salah. Lila melepaskan tangan tangan yang mencengkeram cowok cupu tadi perlahan dan setelahnya memunggungi Varo yang masih terpaku. Lila menatap cowok cupu itu dan tersenyum padanya.

“ nggak papakan? Maaf ya..” ucap Lila lembut. Cowok itu masih menunduk dan menatap lantai dengan kesepuluh jarinya saling meremas satu sama lain. Robbi muncul dan merangkul Varo yang masih terpaku karena sentuhan Lila tadi. Varo makin membeku dan menoleh pada Robbi yang nampak datar dan dingin dengan pandangan lurus pada cowok didepan lila.

“ woles broo..” ucap Robbi pada Varo lirih dan tegas. Varo mengerjab lalu menepis tangan Robbi, dia kemudian berbalik dan melangkah menjauh dari kantin kampus. Lila menoleh dan menghela nafas.

" VAROO!!" panggil Lila namun Varo berlalu begitu saja dari sana.

“ mirip Dev..” ucap Robbi dan lila menggumam bersamaan. Keduanya membulat lalu tersenyum kecil, ternyata mereka punya pikiran yang sama. Lila berbalik namun sesaat dia mengernyit dan memandang tajam penghuni kantin yang penasaran.

“ udah kali liatinnya.. makan maka aja!” ucap Lila malas. Mereka langsung kembali makan dan menunduk. Lila mendengus jengah, dia meraih tangan cowok cupu didepannya dan mengajaknya duduk ke tempat mereka.

“ lo nggak papakan?” tanya Lila. Cowok itu mengangguk pelan dan masih meremas kesepuluh jarinya.

" t-tadi.. aku yang salah mbak!" lirihnya gugup. Lila mengangguk.

" gue tau!" jawab lila santai. Cowok itu mendongak kaget. Namun Lila tak peduli.

“ mbak..” panggil Lila pada pelayan kantin.

“ tolong buatin yang dia pesen tadi terus bawa kesini.. saya yang bayar sama kerugian kantin tadi..” ucap lila. Mbak mbak penjual itu mengangguk dan tersenyum pada Lila. Kemudian berlalu dari sana, Lila terkekeh pelan bersama kawan kawannya saat melihat wajah pucat cowok itu. Lila meraih tangan itu membuat cowok itu mendongak menatap Lila.

“ lhah nangis..” ucap Alex geli. lila meliriknya tajam membuat Alex cengengesan dan meng Vkan tangannya. Lila mengusap pipi cowok itu lembut dan mengecup keningnya membuat wajah itu menjadi merah merona. Mereka kembali terkekeh saat melihat perubahan itu.

“ jadi, nama lo siapa?” tanya Lila. Cowok itu kembali menunduk mengigit bibirnya.

“ Ba-Bara mbak..” lirihnya. Lila mengangguk paham.

“ siapa?” tanya Vidya. Lila memutar kedua bola matanya malas.

“ Bara..” jawab lila malas. Obrolan terhenti karena mbak mbak penjual kantin datang membawakan pesanan Lila tadi. Lila  menyodorkan pada Bara dan tersenyum.

“ di makan bar.. jangan sungkan dan jangan nolak..” ucap Lila. Dia tersenyum tipis saat tangan Bara meraih sendok.

“ apa perlu gue suapin?” tanyanya sambil menyeringai. Bara menggeleng cepat membuat kekehan geli dari teman teman lila.

***

Lila menepuk bahu sesorang yang kini duduk menatang kosong pada halaman belakang kampus mereka. Sosok itu menoleh dan mendengus begitu tau kalau ternyata Lilalah yang ada di belakangnya. Lila duduk di sebelah Varo dan ikut menatap lurus kedepan.

“ tempat ini keren banget kan?” tanya lila. Varo tetap diam saja dan menatap lurus kedepan.

" di sini juga pertama kali kita ketemu dan gue masih belum ngerti kenapa elo engga ngelawan mereka waktu itu? Padahal.." lila melirik Varo yang tak tertarik.

" kalau elo mau.. elo bisa mengalahkan mereka!" tambahnya. Lila menghela nafas pelan karena Varo masih bungkam, sampai sosok lain duduk disebelah lila dan memeluk pinggang Lila. Lila menoleh dan tersenyum pada sosok itu.

“ kalau mau pacaran jangan disebelah gue..” ketus Varo. Lila terkekeh pelan mendengar nada ketus dari mulut Varo. Namun, Lila menaikkan sebelah alisnya saat Varo berdiri dan hendak berbalik.

“ heh, mau kemana lo bocah?” tanya Lila menahan tangan Varo. Varo menaikkan sebelah alisnya setelah sempat membeku sesaat gara gara sentuhan Lila.

“ gue kesini mau ngomong sama lo.. duduk dulu sini..” ucap lila. Dia berdiri dan memberii cela diantara dia dan Robbi dan menyuruh Varo duduk di antara mereka. Varo mendesis sesaat dan menggeleng. Dan anehnya, dia engga menyentak atau mencoba melepaskan genggaman tangan Lila.

“ kenapa sih.. sini jangan ngeyel..” ucap Lila gemas. Dia tau dan dia sengaja untuk ini. Varo mendesis jengkel dan duduk di antara mereka dengan sengaja.

" woaa! Kalem.." ucap Lila sambil bergeser. Robbi mendengus dan menatapnya datar. tapi tak berkomentar.

Hening...

 “ lo nggak perlu se senewen itu kali soal di kantin.. dia nggak sengaja..” ucap Lila. Varo mendengus, dia hendak bangkit namun kali ini Robbi yang menahannya dengan cara merangkul bahunya. Varo mendelik sebal.

“ dengerin gue dulu sini ahh..” ucap Lila. Varo mendesis sebal dan membuang muka, kembali duduk anteng. Mereka hening..

Lila mengulurkan tangannya mengusap rambut Varo membuat Varo menegang. Setelah dia sadar, dia menepis tangan Lila membuat Lila terkekeh.

“ sengaja ya?” ketusnya. Lila mengulum senyum bersama Robbi dan menggeleng. Lila menarik kepala Varo ke bahunya membuat tubuh Varo menegang, namun sesaat karena setelah Lila mengenggam jemari Varo yang terkepal dan itu membuat varo perlahan rileks. Sekarang dia menyandarkan kepalanya di bahu Lila dengan nyaman dan sukarela, bahkan tangannya melingkar di pinggang lila serta hampir separuh tubuhnya bersandar pada Lila sepenuhnya.

“ tadi sok nolak, sekarang malah meluk balik..” cibir Robbi. Lila terkekeh saat Varo hendak mengangkat kepalanya namun di tahan oleh Robbi.

“ becanda.. nggak papa.. santai aja..” ucap Robbi geli.

“ lo nggak cemburu bang?” tanyanya akhirnya setelah bungkam cukup lama. Robbi menaikkan sebellah alisnya dan tertawa. Menatap Varo yang kini setengah mengantuk.

“ lhah jauh sebelum elo, ada yang lebih ekstrem dari elo.. bahkan dengan santainya suka ikutan tidur di ranjang gue sama Lila..” ucap Robbi frontal. Varo membulat.

“ eh udah nikah?” tanyanya. Keduanya mengangguk kemudian Varo mengangguk paham di bahu Lila dan memejamkan matanya.

“ gue belum selesai ngomong.. Roo, bangun! ” ucap Lila gemas. Varo mendengus dan mengangkat kepalanya sebal dengan kantuk yang menyerang. Lila tersenyum tak tega melihat raut mengantuk Varo. Akhirnya, dia menepuk pahanya untuk Varo yang di tanggapi kernyitan tak paham di wajah ngantuknya.

“ bingung?” tanya Lila terkekeh geli. Varo mengangguk dengan polosnya.

" tiduran sini.." suruh Lila. varo menatap ragu, namun tak menunggu lama untuk melaksanakan semua itu. Lila secara reflek mengelus rambutnya dan mengenggam sebelah tangan Varo lembut. Varo terbuai dan hampir terlelap.

Drrttt drrrrttt

Devan calling..

Lila dan Robbi saling pandang dan terkekeh pelan. Varo mendongak sayu. Lila menunduk dan tersenyum kecil.

" tidurlah!" suruhnya. Varo memeluk perut Lila dan tidur.

 “ lets see ya..” ucap Lila pada Robbi. Lila menggeser layarnya dan tak lama muncullah seorang cowok tampan dengan kemeja kusut dan raut wajah yang tak kalah kusutnya. Varo mengernyit bingung apalagi saat.

“ BUNDAAAAA!!” panggil sosok itu. Varo mengernyit di perut Lila dan mendongak. Lalu bertemu pandang dengan lila yang menunduk. Tangan Lila menyodorkan Hpnya pada Robbi dan dia mengelus rambut Varo. Varo menatap layar HP Lila dan mengernyit saat Pandnagannya bertemu dengan sosok itu.

“ heh, lo siapa?” tanya Devan galak. Varo mengernyit dan menggedikkan bahunya acuh. Memeluk perut Lila lagi.

“ bunda nelantarin Dev buat nyari anak kecil kayak dia? Kejjam..” rajuknya.

“ ayah.. pokoknya Dev mau pulang hari ini titik!” rajuknya. Robbi dan Lila saling pandang kemudian tertawa.

" engga kok.. hush, sembarangan!" tegas Lila

“ masih lama Dev, 4 tahun lagi.. sabar ya..” ucap Robbi menggoda. Devan berteriak nyaring disana dan mukanya di tekuk tak enak di pandang. Namun sesaat mata bulat hitam bening itu berkaca kaca.

“ jadi posisi Dev udah di gantiin gitu aja? Yaudah, ayah sama bUnda udah nggak sayang lagi emang sama Dev..” ucapnya lalu sambungan terputus begitu saja. Lila dan Robbi membulat lalu terkekeh pelan.

“ tuhkan ngambek beneran!” ucap Lila geli. Dia menunduk pada Varo yang membisu sejak tadi. Lila mengelus rambut Varo lembut kemudian dia mengernyit saat merasakan perutnya basah. Bahu varo bergetar kuat membuat Lila saling pandang dengan Robbi.

Hampir setengah jam berlalu, Varo perlahan tenang dan deru nafasnya pun teratur. Lila menunduk dan sedikit menjauhkan perutnya dari wajah Varo. Tersenyum kecil saat Varo pulas, Robbi menyelimutinya dengan jaket dan tersenyum kecil.

 

Namun ribuan mil jauh disana Dev menatap layar Hpnya yang gelap kemudian mendesah pelan. Dia menatap langit langit dnegan mata yang berselimut butiran bening yang siap menetes kapan saja.

Bunda sama ayah udah nggak sayang lagi.. batinnya kesal.

Dia membalikkan tubuhnya dan memeluk gulingnya erat dengan rasa jengkel dan gemas yang bercokol di batinnya. Ingat, dia masih ngambek karena di kirim kemari.

***

Lila tersenyum saat matanya mengedarkan pandangan ke sekitar Bandara Meoulbourne. Robbi merangkulnya lembut dan tersenyum pada Lila yang menatapnya. Kemudian keduanya melangkah pada seorang yang sudah menunggu mereka.

“ silahkan tuan nyonya..” ucap sopir itu. Lila mengangguk bersama Robbi dan masuk kedalam mobil mewah itu. Dan mobil itu meluncur meninggalkan bandara. Pasti penasaran kenapa mereka ada disinikan? Jadii...

Flasback on

Lila menerawang langit langit kamarnya dan menghela nafas. Dia menoleh pad Robbi yang tersenyum di sebelahnya.

“ gue kangen Dev deh yang..” gumamnya. Sudah seminggu sejak itu dan Dev nggak ada kabarnya, bahkan kalau di ajak telfon sukanya ngehindar mulu.

“ gue merasa bersalah nih.. dia pasti ngambek gegara waktu itu..” ucap Lila.

“ mau jengukin dev?” tawar Robbi. Lila mendongak dan mengangguk. Robbi terkekeh dan mengecup kening Lila.

“ oke.. lusa kita kesana..” ucap Robbi.

Flasback Off

Begitulah ceritanya..

Tak terasa hampir 45 menit mereka dan sekarang sudah sampai didepan sebuah apartemen mewah. Keduanya melangkah kedalam sana dengan wajah datar dan irit ekspresi. Sekarang pukul 12 malam di Aussey.

Mereka berhenti di lantai 18 dan apartemen dengan nomor 1514. Lila menekan password apartemen Dev dan masuk perlahan. Keadaannya gelap dan hanya ada penerangan di kamar dev remang remang. Memang Dev nggak bisa tidur sendiri kalau keadaan gelap. Lila membuka kamar Dev setelah meletakkan tas di sofa ruang tengah. Robbi dan dia mendekat perlahan ke ranjang Dev yang nampak terlelap, ada bekas air mata di pipinya.

“ cengeng..” gumam Lila pelan. Dev nampak berantakan dan tak terurus membuat sebersit rasa bersalah menyergapnya.

“ apa Dev balik aja yang?” tanyanya memelas. Robbi mendengus pelan.

“ ini sebenarnya yang nggak bisa pisah anaknya apa bundanya sih?” sindirnya. Lila memukul lengan Robbi sebal membuat Robbi mengaduh pelan. Lila menatap Dev dan mengecup pelipisnya karena posisi tidur Dev miring. Lila mengusap rambutnya sayang dna perlahan agar tak membangunkan Dev.

“ bunda kangen Dev..” bisiknya lembut. Setelahnya Lila turun dan berganti baju di kamar mandi Dev kemudian dia kembali berbaring disebelah Dev yang entah sadar atau tidak sudah ada dipelukan Robbi dan sedang tersenyum dalam tidurnya.

***

Dev mengernyit saat ada yang mengusap rambutnya lembut. Dia mengerjab dan bangun dengan kaget. Bukankah dia tinggal sendirian? Batinnya.

“ morning sunny..” sapa seseorang. Dev segera menoleh, Lila tersenyum lembut padanya membuat Dev membulat dan matanya memanas begitu saja.

“ Bunda..” ucapnya parau kemudian menubruk tubuh Lila dan memeluknya erat. Lila mengusap bahu Devan pelan, matanya memanas dnegan sendirinya.

“ bunda kangen sunny bunda..” bisik Lila membuat tubuh Dev bergetar dan memeluk Lila erat. Lila balas memeluk Dev erat.

“ i more mom.. more!” ucapnya parau dan lirih. Suaranya kalah dengan isakannya yang tak bisa ia tahan sendiri. Lila menahan dirinya agar tak terisak. Jadi dia membiarkan airmatanya mengalir sendiri dalam diam.

Robbi mengusap rambut Dev, dia sendiri rindu dengan bocah manja yang selalu menganggu saat berduanya dengan Lila. Bahkan satu tetes airmatanya ikut mengalir melihat “Bunda” dan “anak” yang baru bertemu itu.

“ hiks.. bunda ayah jahat,. Hiks.. dev .. kira bunda udah punya yang gantiin posisi Dev.. hiks..” ucapnya.

“ no sayang.. nggak ada yang bisa gantiin Dev buat Bunda sama Ayah..” ucap Lila lembut. Dia mengeratkan pelukannya.

“ anak bunda cengeng banget sih hmm?” goda Lila. Dev merengut namun bibirnya terulas senyum. Lila melepaskan pelukannya dan menatap Dev yang basah oleh air mata. Mengecup pipinya, mata kemudian keningnya.

“ bunda sayang Dev tau.. jangan ngambek gitu sukanya.. bunda kangen sama Dev.. bunda nggak mau Dev kayak gitu lagi..” ucap Lila lembut.

“ anak bunda nggak keurus ya pisah sama Bunda..” gurau Lila. Dev cemberut. Dia berbalik dan memeluk Robbi yang kaget bahkan tubuhnya terbentur ujung tempat tidur Dev. Lila ikut meringis saat Robbi meringis. Dev mendongak dan ikut meringis

“ sakit yah?” tanyanya polos. Robbi menghela nafas, ingin marah tapi nggak bisa liat Dev dengan muka polos gini. Robbi menggeleng dan mengusap rambut Dev, kemudian mengecup keningnya lembut.

“ menurut kamu aja gimina dev? Mau nyoba?” tawar Robbi. Dev menggeleng dn nyengir polos. Dia mengecup pipi Robbi membuat Robbi menghela nafas dan tersenyum pada Dev. Senyum yang sangat jarang di tunjukkan pada orang lain, bahkan sahabat mereka sendiri.

“ yaudahh.. kamu sekarang mandi.. kita sarapan keluar.. kebiasaan buruk!” tegas Lila. Devan mengernyit lalu cengengesan. Benar! Kulkasnya isinya cuman cemilan, softdrink sama fastfood. Pantesan ngomel.

“ DEVV!” geram lila. Devan mengerjab. Dia langsung bangun  dan masuk kekamar mandi setelah sebelumnya sempat mengecup pipi Lila. Lila dan Robbi menggeleng pelan, Robbi menarik Lila dan mengecup keningnya sebelum akhirnya keduanya keluar kamar untuk sekedar membuat minuman hangat di pagi yang dingin itu.


Tbc.